
Ilustrasi anak dijemput saat pulang sekolah/ Foto. AI/akuratnews.id
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Insiden penjemputan anak di sebuah
sekolah yang melibatkan seorang ibu kandung dan Asisten Rumah Tangga (ART)
berujung polemik hukum dan pemberitaan luas di media. Peristiwa tersebut
akhirnya dijelaskan secara rinci oleh sang ibu dalam konferensi pers yang
digelar di Workroom Coffee & Roastery, Jl. Cikini Raya No. 9, Menteng,
Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Dalam keterangannya kepada awak media, perempuan yang juga
merupakan korban KDRT itu menjelaskan bahwa kejadian bermula saat dirinya mendatangi
sekolah anaknya sekitar pukul 09.45 WIB pada Kamis, 11 Desember 2025,
didampingi abang kandung dan adik iparnya.
Namun, setibanya di lokasi, anaknya telah berada di dalam
sebuah mobil Grand Max Luxio bersama ART bernama Yuni Asih. Ketegangan terjadi
ketika ART tersebut melarang dirinya mengambil anaknya sendiri, meskipun secara
hukum ia adalah ibu kandung yang sah.
Ia mengungkapkan bahwa ART Yuni Asih langsung menghubungi
suaminya—yang merupakan mantan narapidana kasus KDRT—saat dirinya berusaha membawa
anaknya turun dari mobil. Situasi tersebut memicu tarik-menarik yang tidak
dapat dihindarkan.
Peristiwa ini kemudian dilaporkan dan tercatat dalam Laporan
Polisi Nomor: LP/B/9026/XII/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 12 Desember
2025, dengan pelapor berinisial DW dan terlapor ART Yuni Asih.
Menurut sang ibu, tuduhan penganiayaan terhadap ART sangat
tidak berdasar. Ia menegaskan bahwa saat meninggalkan lokasi kejadian, tidak
terdapat darah ataupun luka pada mulut ART sebagaimana yang kemudian dinarasikan.
Ia juga menyebut bahwa laporan tersebut patut diduga
mengandung unsur keterangan palsu, saksi palsu, fitnah, dan pencemaran nama
baik, sehingga pihak keluarga saat ini sudah menempuh langkah hukum lanjutan.
Lebih lanjut, dalam konferensi pers tersebut, ia mengungkap
bahwa ART Yuni Asih selama ini telah melampaui batas sebagai pekerja rumah
tangga, ikut mencampuri urusan rumah tangga majikan, menghina keluarga besarnya
di muka umum, serta memberikan tekanan psikis yang berat. Bahkan, anak semata wayangnya
diduga mendapat doktrin negatif hingga berani melawan ibu kandungnya sendiri,
dan menyuruh sang anak memanggil ART Yuni Asih dengan sebutan Bunda. Serta PRT
sering menggunakan barang milik ART tanpa ijin.
Demi melindungi anak dari pengaruh buruk, ia memastikan
bahwa saat ini anak berada dalam pengasuhan dirinya sebagai ibu kandung dan
hukum menjamin hak tersebut. Proses perceraian kembali ditempuh setelah upaya
rujuk sebelumnya justru memperburuk kondisi psikologis dan keselamatannya.
Ia pun mengimbau media untuk tetap menjunjung asas praduga
tak bersalah, melakukan konfirmasi secara berimbang, serta tidak memperkeruh
situasi yang sedang ia hadapi sebagai korban KDRT.
