Notification

×

Iklan

Iklan

Rel Kereta dan Sungai Beranda Depan

Senin, 26 Februari 2024 | 13:18 WIB Last Updated 2024-02-26T06:18:34Z

Abdul Rohman Sukardi


Minggu 25 Februari 2024, untuk pertama kalinya saya mencoba rute Kuningan Jakarta Selatan – Jati Mulya Bekasi. Menggunakan Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan. 


Untuk orang yang tinggal di Jakarta, termasuk terlambat. Baru merasakan LRT ya kemarin itu. Padahal sudah lama ada. Tanggal 28 Agustus lalu diresmikan penggunaannya oleh Presiden Joko Widodo. 


Itupun karena mengantar anak liburan. Kali ini di Jakarta saja. City Tour, melihat sisi-sisi lain Jakarta. Sebelumnya, beberapa waktu lalu juga mencoba MRT. Dari stasiun Fatmawati ke Bundaran HI. 


Stasiun LRT digarap tidak asal-asalan. Aman, nyaman dan artistik. Tersedia lift, eskalator, fasilitas orang-orang berkebutuhan khusus. Space-nya luas dan bersih. Petugas sigap di semua sudut.  


Perjalanan Kuningan-Jati Mulya merasakan vibe (atmosfer) yang berbeda. Leluasa menyaksikan gedung-gedung pencakar langit, maupun lalu lintas yang ada di bawah. 


LRT menyajikan fasilitas city tour untuk Jakarta. Menyaksikan Jakarta dari ketinggian. 


Gedung-gedung pencakar itu mulai berkurang ketika memasuki Bekasi. Masih tersedia space-space kosong menghijau di sekitar rel. Lahan-lahan yang masih belum ditanami gedung-gedung. 


“Andaikan dibangun greenhouse untuk tanam cabe, sayuran atau buah-buahan semusim, bagus ini”, pikir saya. Bisa untuk memenuhi kelangkaan cabe, sayuran dan buah. Juga bisa untuk wahana edukasi anak-anak ibukota yang jauh dari persawahan. 


Saya menjumpai tempat-tempat seperti itu juga di dekan stasiun MRT Fatmawati. Lahan kosong yang bisa dipergunakan untuk greenhouse pertanian. "Lahan ini milik siapa pak”, tanya saya kepada tukang parkir di sekitar. Kepo ndak apa-apa kan?. 


“Milik kelurahan”, jawabnya singkat. 


Mungkin di tempat-tempat lain masih juga banyak. Lahan-lahan kosong di sepanjang MRT atau LRT. Bisa untuk mendukung kedaulatan pangan. Juga untuk wisata edukasi. Jika dikelola dengan baik.


City tour menggunakan LRT, melambungkan imajinasi saya ketika menggunakan kereta di tempat lain. KRL Jakarta-Bogor, kereta  Jakarta-Bandung, ataupun kereta lintas provinsi. Masih banyak titik sepanjang perjalanan ditempatkan sebagai beranda belakang. 


Tempat pembuangan sampah, rumah-rumah memunggungi rel, jemuran, tempat-tempat kumuh. Banyak kita jumpai. Walaupun tidak sedikit pula vibe indah dan artistik. 


Meninggalkan kesan indah dan mendalam bagi yang melihatnya. Di tengah memori kekumuhan yang juga tersaji secara bersamaan.


Kasus ini dulu juga kita jumpai ketika berjalan di sekitar bantaran sungai di Jakarta. Kini banyak bantaran Sungai sudah bersih. Hanya warna Sungai kekuning-kuningan dan terkesan kotor masih tersisa. Bau kurang sedap terkadang juga masih ada. 


Andaikan rel kereta api dan bantaran sungai secara sungguh-sungguh dijadikan beranda depan, tentu akan menjadi daya tarik wisata. Berkereta api bukan saja untuk bertransportasi. Melainkan juga berwisata.  


Sungai juga bisa dinikmati sebagai fasilitas healing. Di tengah kesibukan masyarakat perkotaan. 


Perlu dibuat awarding partisipatif. Bantaran sungai dan lingkungan rel kereta api paling bersih dan indah. “Kampung rel bersih”. “Kampung bantaran bersih”. Atau apalah namanya. Melibatkan masyarakat luas.


Para pengguna kereta api dan pelintas bantaran sungai sebagai jurinya. Memanfaatkan teknologi informasi untuk collecting penilaian (vote) dari publik. Pemenangnya diberikan award dengan jumlah besar. Melibatkan CSR BUMN atau perusahaan-perusahaan swasta. 


Masyarakat sekitar rel dan bantaran sungai tentu akan berpartisipasi. Berkompetisi mewujudkannya.  Mewujudkan kampungnya menjadi terkenal dan bersih. 


Bagaimana menurut pendapat anda? 


ARS (rohmanfth@gmail.com), 26-02-2024 “