![]() |
Sekjen ASPRINDO, Ana Mustamin/Foto: Koleksi Pribadi/akuratnews id |
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Di momen 6 bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Asosiasi Pengusaha Pribumi Nusantara Indonesia (ASPRINDO) mengharapkan pemerintah bisa lebih bijak dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi. Harapannya, agar kebijakan tersebut bisa lebih berdampak pada seluruh sektor perekonomian dan mendorong peningkatan daya beli masyarakat.
Sekjen ASPRINDO, Ana Mustamin menyatakan harapannya agar pemerintah bisa melakukan kajian sebelum mengeluarkan kebijakan. Sehingga, kebijakan itu, tidak hanya menguntungkan para pengusaha yang memiliki modal besar.
"Pengusaha di Indonesia ini kan banyak. Ada yang besar, ada yang menengah, ada yang kecil. Seharusnya pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih berpihak pada pengusaha pribumi, yang mayoritas skala usahanya menengah atau kecil. Sehingga, sektor usaha menengah dan kecil itu bisa bergerak, yang pada ujungnya bisa menggerakkan perekonomian," dalam satu kesempatan.
Jika, ekonomi bergerak, maka daya beli masyarakat, yang selama ini disinyalir mengalami pelemahan, bila tak ingin disebut penurunan, akan bisa kembali.
"Karena jika satu usaha bergerak, maka akan ada usaha-usaha kecil di sekitarnya yang ikut bergerak. Berbeda dengan pengusaha skala besar. Mereka sudah ada jaringannya sendiri, jadi dampaknya tak akan menyentuh hingga masyarakat yang paling bawah," ujarnya.
Ia menyatakan pengusaha pribumi yang jumlahnya mencapai 99 persen dengan mayoritas adalah UMKM, hanya menyumbang 60 persen dari PDB kita. Sementara, 40 persen kue ekonomi Indonesia dikuasai oleh satu persen pengusaha skala besar.
"Ini bukan tentang etos kerja. Tapi regulasi yang ada memang tidak membuka pintu lebar bagi para pengusaha pribumi. Misal, masalah akses perbankan saja. Karena usaha mereka besar, aksesnya sangat gampang. Berbeda, kalau pengusaha kecil. Tanpa agunan, mereka sulit mengakses perbankan," ujarnya lagi.
Sebagai contoh, dalam program penyediaan rumah subsidi sebanyak 3.000 rumah yang menjadi kebijakan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Seharusnya, Kementerian PKP melibatkan para kontraktor kecil dalam pembangunan rumah subsidi tersebut.
"Kalau kontraktor kecil kan tidak akan bisa untuk ratusan rumah. Tapi kalau dipecah, misalnya kontraktor A, membangun 10 rumah, kontraktor B yang lebih kuat 20 rumah, kan bisa. Nah itu tinggal pihak PKP yang mengatur supaya bisa jalan di lapangannya. Sehingga pelaku usaha kecil juga bisa mendapatkan kue ekonomi tersebut," kata Ana lebih lanjut.
Atau dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang awalnya diperkirakan UMKM makanan bisa terlibat. Tapi ternyata setelah melihat spesifikasinya, salah satunya harus membangun dapur yang membutuhkan investasi cukup besar.
Sebagai informasi, ada beberapa model kemitraan untuk MBG yang ditawarkan pada masyarakat. Yaitu, Pembangunan Dapur dari Nol, dimana Mitra membangun dapur baru yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh BGN; Renovasi Ruko, untuk Mitra yang memiliki ruko dapat direnovasi menjadi dapur MBG; Modifikasi Restoran, bagi Mitra yang memiliki restoran dapat dimodifikasi untuk menjadi dapur MBG; dan Alih Fungsi Bangunan bagi Mitra yang memiliki bangunan lain (misalnya gudang) untuk dialihfungsikan menjadi dapur MBG.
"Kalau seperti itu, bagaimana pengusaha skala mikro atau kecil bisa terlibat," pungkasnya.(Vito Zabiel)