Notification

×

Iklan

Iklan

Imbas Perubahan Iklim, Indonesia Dorong Seluruh Negara Atasi Krisis Air

Senin, 20 Februari 2023 | 19:44 WIB Last Updated 2023-02-20T12:44:03Z

Dialog FMB9 dengan tema ‘Kelestarian Air, Kebutuhan Hidup Bersama’ yang dilangsungkan secara daring, Senin (20/02)./Dok: FMB9


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengingatkan krisis air imbas dari adanya perubahan iklim yang mengganggu siklus hidrologi kian nyata.


"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara. Tidak peduli itu negara maju atau berkembang. Karenanya, isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," ujarnya dalam Dialog FMB9 dengan tema ‘Kelestarian Air, Kebutuhan Hidup Bersama’ yang dilangsungkan secara daring, Senin (20/02).


Menurutnya, fenomena perubahan iklim akan terus berlanjut apabila laju peningkatan emisi gas rumah kaca tidak dapat dikendalikan. Kondisi ini kemudian menyebabkan semakin cepatnya proses penguapan air permukaan.


Sehingga mengakibatkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi. Namun, sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan (ekstrem) di lokasi atau belahan bumi yang lain.


Ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang ini, tentunya akan mempengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi. Dwikorita mencontohkan World Meteorological Organization (WMO) pada 2022 lalu melaporkan, bahwa kekeringan dan kelangkaan air telah melanda berbagai negara di dunia.


"Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan," tutur Dwikorita.


Di forum yang sama,  Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Endra S. Atmawidjaja, menilai pemanfaatan air yang berlebihan dan perusakan lingkungan dapat mengurangi ketersediaan air dan membuatnya tidak layak untuk digunakan.


“Selain itu, ketahanan pangan juga terkait dengan ketersediaan air bersih yang memadai. Karena kekurangan akses ke air bersih dapat mempengaruhi produktivitas dan ketersediaan pangan,” katanya.


Untuk mengatasi krisis air dan meningkatkan ketahanan pangan, diperlukan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah saat ini telah menyusun kebijakan dan program-program untuk menjaga kelestarian sumber daya air. Di antaranya, sejak 2014 pemerintah menginisiasi pembangunan 61 bendungan hingga 2024.


“Saat ini 36 sudah selesai dan 25 bendungan sedang dalam tahap konstruksi. Diharapkan seluruhnya selesai pada 2023. Bendungan ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas tabungan air. Supaya di musim hujan tidak banjir, kemarau tidak kekeringan,” terang Endra.


Upaya lain Pemerintah,  mendorong sektor swasta agar dapat memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi yang ramah lingkungan dan efisien. Di samping itu, masyarakat juga dapat membantu menjaga kelestarian air dengan mengurangi penggunaan air yang berlebihan dan mendukung program-program konservasi air.


“Dalam rangka menjaga kelestarian air, diperlukan kolaborasi dan keterlibatan dari seluruh masyarakat. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi masalah kelestarian air,” tegasnya.


Indonesia Tuan Rumah


Di tengah krisis air global ini, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah penyelenggara kegiatan World Water Forum (WWF) ke-10 pada 2024 mengangkat tema ‘Water for Shared Prosperity’. Tema tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana ketersediaan air bersih masih menjadi tantangan bagi banyak negara.


Selain memperkuat posisi Indonesia di bidang manajemen sumber daya air, WWF merupakan pertemuan internasional terbesar di bidang air yang membahas pengelolaan sumber daya air melibatkan berbagai pemangku kepentingan.


“Forum ini inklusif melibatkan semua stakeholder komunitas air. Melalui WWF, kita ingin tekankan bahwa water is politic. Air ini bukan hanya urusan technical, tetapi juga politik. Bisa menjadi salah satu platform pengambil keputusan menempatkan air di prioritas yang utama,” imbuh Endra.


Sebagai informasi, forum yang diprakarsai oleh World Water Council (WWC) ini diselenggarakan setiap tiga tahun, dan telah berlangsung secara rutin sejak 1997.  Melalui forum ini, Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai target SDGs, yaitu terkait hak atas air bersih dan sanitasi.