Notification

×

Iklan

Iklan

Media Luar Soroti RKUHP, Human Rights Watch Menilai RKUHP Kemunduran

Selasa, 06 Desember 2022 | 12:40 WIB Last Updated 2022-12-06T05:43:12Z

Salah satu penolakan RKUHP yang terjadi di Jakarta, yang videonya tersebar di jagat maya. (Tangkapan layar snack Video)


AKURATNEWS – Media luar negeri theguardian, menyoroti isu Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) yang banyak menuai berbagai macam pandangan hingga penolakan. Dalam pemberitaannya, theguardian menyoroti parlemen Indonesia yang diperkirakan akan mengesahkan undang-undang pidana baru bulan Desember ini, yang akan mengkriminalisasi seks di luar nikah dan melarang penghinaan terhadap presiden atau lembaga negara, yang memicu kekhawatiran dari para aktivis hak asasi manusia.


Mengutip pernyataan dari theguardian, Nurina Savitri, manajer kampanye Amnesty International Indonesia, mengatakan ada puluhan pasal yang bisa digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.


“Setidaknya ada 88 pasal yang berisi ketentuan luas yang dapat disalahgunakan dan disalahtafsirkan baik oleh aparat maupun masyarakat untuk mengkriminalkan mereka yang menyampaikan pendapat secara damai atau menggunakan haknya untuk berkumpul dan berserikat secara damai,” ujarnya.


Savitri menyuarakan keprihatinan atas ketentuan yang akan mengkriminalisasi "demonstrasi publik tanpa izin" yang menyebabkan keresahan publik, yang menurutnya dapat digunakan untuk membatasi pertemuan damai.


RUU itu juga menetapkan hukuman penjara sebagai hukuman untuk pencemaran nama baik, dan menaikkan hukuman penjara bagi mereka yang terbukti bersalah mencemarkan nama baik pejabat publik, kata Savitri.


Sementara itu, masih dalam pemberitaan, Andreas Harsono, dari Human Rights Watch, mengatakan perubahan RKUHP itu akan menjadi “kemunduran besar bagi demokrasi Indonesia”.


Pakar bisnis mengatakan perubahan pada RKUHP akan berimbas pada rusaknya citra negara sebagai tujuan wisata dan merusak investasi.


Rancangan undang-undang tersebut telah dibuat selama puluhan tahun dan dimaksudkan untuk menggantikan hukum pidana saat ini, yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda.