Notification

×

Iklan

Iklan

Pimpinan Komisi I DPR: Pembahasan RUU Penyiaran, Krusial

Jumat, 21 November 2025 | 12:41 WIB Last Updated 2025-11-21T05:41:16Z

Pimpinan Komisi I DPR: Pembahasan RUU Penyiaran, Krusial
Pembahasan UU Penyiaran di DPR/Foto. Ist/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Anton Sukartono Suratto, menilai  regulasi penyiaran nasional yakni Undang-Undang (UU)  No 32 Tahun 2002 sudah tidak lagi memadai untuk menjawab kompleksitas ekosistem penyiaran kontemporer yang ditandai oleh banjir informasi.


Hal tersebut disampaikan Anton menanggapi perkembangan terbaru terkait proses revisi Undang-Undang Penyiaran. Komisi I DPR sendiri telah menggelar beberapa rangkaian pertemuan intensif, baik untuk review, revisi, maupun perancangan awal terhadap UU Penyiaran.


“Regulasi penyiaran nasional yang berlaku saat ini, UU No. 32 Tahun 2002, sudah tidak lagi memadai untuk menjawab kompleksitas ekosistem penyiaran kontemporer yang ditandai oleh banjir informasi, disrupsi model bisnis media, serta persaingan global yang sangat kompetitif,” kata Anton, melansir dari  Kedai Pena di Jakarta, Jumat,(21/11/2025).


Lebih jauh, Anton berharap, agar regulasi yang nantinya hadir melalui revisi UU penyiaran dapat mendukung industri lebih berkualitas, sehat, demokratis, dengan tetap menjamin hak publik atas informasi yang berkualitas. 


“Dan menghadirkan regulasi yang sehat tanpa menghambat kreativitas anak bangsa di bidang penyiaran,” imbuh Anton.


Anton tak menampik, seiring  dengan berkembangnya teknologi, definisi dan ruang lingkup penyiaran di Indonesia yang selama ini ada perlu ditinjau kembali.  Anton mengungkap, kehadiran  layanan Over-The-Top (OTT) dengan fitur video on demand, live streaming, dan platform berbagi konten (User Generated Content) telah membuat penonton mengakses konten kapanpun dan dimanapun melalui berbagai perangkat digital. 


“Oleh karena itu, pembahasan RUU Penyiaran saat ini menjadi cukup krusial,” beber Anton.


Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat (Jabar) ini menambahkan,  maraknya kasus konten negatif kepada anak juga memperkuat urgensi  RUU Penyiaran. Banyak anak terpapar konten yang tidak sesuai usia, baik melalui live streaming yang tidak terfilter maupun video rekaman seperti kekerasan, pornografi terselubung, hingga tontonan berbahaya. 


“Situasi ini menunjukkan perlunya kepastian hukum dan pengaturan yang lebih jelas agar platform digital dapat menjamin keamanan dalam konten siarannya,” tukas dia.


Anton pun menjelaskan,  optimalisasi  ungsi pengawasan menjadi krusial untuk memastikan standar siaran tetap terjaga di era digital. Anton menekankan, penguatan  peran KPI dan Komdigi, sebagai stakeholder dalam pengawasan ekosistem penyiaran dan ruang digital mutlak diperlukan. 


“Hal tersebut untuk memberikan pelindungan kepada masyarakat dari paparan konten-konten negatif dan melanggar norma yang saat ini sangat susah untuk ditindak,” pungkasnya.