Notification

×

Iklan

Iklan

Prudensius Maring Tambah Koleksi Guru Besar Univ. Budi Luhur

Senin, 09 Desember 2024 | 18:57 WIB Last Updated 2024-12-09T11:57:03Z

Prudensius Maring Tambah Koleksi Guru Besar Univ. Budi Luhur
Prof. Dr. Prudensius Maring, MA, (tengah) diapit oleh Rektor UBL Prof. Agus Setyo Budi (kiri), dan Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro (kanan), sesaat dikukuhkan sebagai Guru Besar Antropologi Lingkungan UBL/Foto. Noorwan/akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Universitas Budi Luhur (UBL) menambah koleksi guru besar di tahun 2024 ini. Anak bangsa yang berasal dari Timur Indonesia, yang telah mendedikasikan hidupnya dalam dunia pendidikan, Senin (9/12/24) dikukuhkan sebagai Guru Besar di lingkungan Universitas Budi Luhur.


Adalah Prof. Dr. Prudensius Maring, MA, yang didampuk menyandang Guru Besar Antropologi Lingkungan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tanggal 4 Juli 2024. rof. Dr. Prudensius Maring, MA, dalam prosesi pengukuhannya dilaksanakan di hadapan Sidang Senat Terbuka UBL yang dipimpin oleh Ketua Senat UBL Prof. Dr. Selamet Riyadi, MSi di Grha Mahardika Bujana, UBL pada Senin (9/12/2024).


Prof. Prudensius dikukuhkan sebagai Guru Besar Antropologi Lingkungan Hadir dalam agenda rapat Sidang Senat Terbuka tersebut antara lain Kepala LLDIKTI Wilayah III Prof. Dr. Toni Toharudin, Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro, Rektor Universitas Budi Luhur Prof. dr. Agus Setyo Budi, M.Sc beserta para Wakil Rektor, Dekan Fakultas Komunikasi & Desain Kreatif Dr. Rocky Prasetyo Jati dan sejumlah rektor dari perguruan tinggi lainnya.


Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Tapak Antropologi Merajut Kolaborasi Mengurai Konfektologi Conflict Ecologi, Prof. Prudensius menyoroti tiga hal penting, yaitu gambaran tentang peta jalan dalam mengkaji antropologi, gambaran tentang kompleksitas paradigma pengelolaan sumber daya ekologi hingga implikasinya terhadap konflik dan kolaborasi serta gambaran kolaborasi sebagai pilihan jalan untuk menyelamatkan sumber daya ekologi demi keutuhan satu bumi kehidupan.


“Penelitian ini merupakan cara pandang saya terhadap permasalahan sumber daya alam/pertanian dari aspek pendekatan pembangunan pedesaan dan dimensi sosial lainnya untuk memperkaya basis pengetahuan pertanian yang selama ini saya kuasai,” tutur Prof. Prudensius.


Menurut Prof. Prudensius, pengelolaan sumber daya alam bukan sekadar masalah teknis, berbagai permasalahan sosial justru menentukan keberhasilan atau kegagalan. Misalnya, terkait hak-hak dasar petani/masyarakat yang terhimpit, terbatasnya akses terhadap tanah, jerat fragmentasi tanah, ketimpangan dalam sistem penguasaan, kebijakan yang restriktif, dominasi pendekatan top-down dan koersif, revolusi hijau yang merusak benih, tindakan represif, trauma dan resistensi, memudarnya kolaborasi, serta meluasnya eskalasi konflik sumber daya alam.

Prudensius Maring Tambah Koleksi Guru Besar Univ. Budi Luhur


“Terlihat pula bahwa berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi selalu bersumber dari kontestasi dan perebutan kepentingan banyak pihak. Perebutan kepentingan yang kompleks antarpihak tidak saja melahirkan hubungan yang bernuansa kolaboratif, resistensi, dan konflik, tetapi juga menimbulkan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, pandemi, dan kerusakan lingkungan akibat perilaku eksploitatif,” paparnya.


Prof. Prudensius berpendapat bahwa segala sistem penguasaan sumber daya alam dan cara penyelesaian permasalahan sosial berupa konflik dan resistensi selalu terkait dengan paradigma yang dianut oleh pemerintah/negara dan pemangku kepentingan lainnya.


Sementara itu, Rektor UBL Prof. Agus Setyo Budi menyampaikan apresiasinya atas capaian Prof. Prudensius. Perjuangan yang dilalui Prof. Prudensius untuk meraih gelar guru besar sangatlah panjang, dimulai dari kampung halamannya hingga akhirnya berada di UBL. 


"Saya berharap ini menjadi semacam peluru untuk menarik minat rekan-rekan dosen yang sudah bergelar doktor, khususnya dosen senior, untuk segera mengikuti jejak Prof. Pridensius," tuturnya.


Dia menegaskan bahwa persaingan di perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi swasta, semakin ketat dengan adanya perubahan status perguruan tinggi negeri menjadi badan hukum. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi, termasuk di wilayah 3. "Di wilayah 3 ini ada 7 perguruan tinggi negeri. Kalau perguruan tinggi swasta tidak waspada dan menjaga kinerjanya, kita akan terpeleset," terangnya.


Oleh karena itu, Rektor mendorong para dosen untuk segera meraih predikat tertinggi di bidang akademik, yakni guru besar. "Mudah-mudahan dalam dua atau tiga tahun ke depan, semakin banyak dosen di Budi Luhur yang menjadi guru besar," harapnya.


Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro. Dalam sambutannya, ia berharap agar setiap bulan ada dosen UBL yang meraih gelar akademik tertinggi (guru besar). Lebih dari itu, yang terpenting adalah bagaimana semua dosen memiliki karya-karya nyata yang bermanfaat bagi orang banyak, bagi masyarakat luas. Tanpa adanya partisipasi karya-karya besar, mungkin UBL hanya akan menjadi bagian dari PTS lainnya.


“Atas nama Yayasan Budi Luhur Cakti, saya mengucapkan selamat dan rasa hormat dan bangga kepada rektor beserta jajarannya yang terus melahirkan Guru besar di Kampus Budi Luhur,” ujarnya.


"Hari ini kita tidak perlu jauh-jauh mencari panutan, carilah panutan. Di depan kita ada orang hebat yang berasal dari desa dan sekarang sudah menjadi guru besar, yaitu Prof. Prudensius. Tentunya kebanggan itu harus kita contoh, menjadi teladan, bisa menginspirasi dengan apa yang disampaikan," lanjutnya.


Mengutip apa yang disampaikan Prof. Prudensius, Kasih menyampaikan, bagaimana kolaborasi menjadi satu hal penting dalam mencapai cita-cita selain dari kerjakeras yang dilakukan.


“Kolaborasi menjadi bagian dari kesuksesan kita untuk menempuh jalan tengah, jalan yang terlalu keras. Tentunya tidak mudah dilalui. Kolaborasi dua sisi ini mudah-mudahan menjadi solusi bagi bangsa ini,” katanya.


Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III, Prof. Dr. Toni Toharudin, S.Si., M.Sc., yang turut hadir dalam pengukuhan ini menyampaikan, bidang yang ambil adalah bidang ilmu antropologi lingkungan. Menurutnya bidang ini sangat relevan dengan tantangan dunia saat ini, bahwa hubungan antara manusia dan lingkungan adalah isu yang krusial di dalam menghadapi persoalan global.


“Katakan soal perubahan iklim. Ini kajian tentang bagaimana manusia beradaftasi dengan perubahan iklim. Itu sangat dibutuhkan untuk membangun sebuah kebijakan. Di samping itu, kearifan lokal di dalam pengelolaan lingkungan. Antropologi lingkungan membantu kita memahami nilai-nilai lokal yang bisa manjadi solusi di dalam menjaga keseimbangan pembangunan dan kelestarian alam,” ungkapnya.


“Ilmu ini juga berperan di dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan hidup yang sehat untuk generasi mendatang. Dalam hal ini, pemikiran dan penelitian dari Prof. Prudensius memiliki kontribusi yang sangat signifikan. Beliau tidak hanya berperan sebagai akademisi, tetapi juga sebagai seorang intelektual yang terus menggali solusi untuk tantangan lingkungan melalui pendekatan antropologi,” pungkasnya.