Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin/Dok: FMB9 |
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan transformasi pembiayaan bidang kesehatan merupakan pilar penting dalam UU Kesehatan. Derajat kesehatan tidak bisa diukur hanya dengan gelontoran dana berskala besar, tetapi lebih kepada implementasi program yang tepat sasaran.
Hal tersebut diungkapkannya dalam diskusi bertajuk "UU Kesehatan Transformasi Strategis Bagi Indonesia" yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), Senin, 17 juli 2023.
"Saya bisa kasih contoh ilustrasi yang jelas, anggaran pemerintah daerah paling besar sesudah Jawa yang besar-besar adalah Papua dan Aceh. Apakah dengan anggaran yang lebih besar, derajat kesehatan mereka dibandingkan Sumatera Utara, dengan Sulawesi Selatan bagus yang mana?" ungkapnya.
Karena itu, demikian Budi, salah satu fokus pemerintah dalam konteks transformasi pembiayaan melalui UU Kesehatan saat ini yakni lebih kepada output yang dicapai dengan meminimalisir penggunaan anggaran yang tidak tepat sasar.
"Jadi, saya kok tidak melihat ya korelasi antara besarnya uang dengan derajat kesehatan, besarnya input dengan output. Kita harusnya, menurut saya fokus ke output yang dicapai. Kalau bisa dengan seminimal mungkin anggarannya, bukan anggarannya yang sebesar-besarnya," tegas Budi.
Selain itu, menurut Menteri Kesehatan, dua hal penting yang juga menjadi latar belakang di balik penyusunan UU Kesehatan adalah peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan masyarakat dan penataan regulasi.
"Bahwa ada beberapa program utama dalam UU, salah satunya adalah yang tadinya fokusnya ke kuratif kita geser ke promotif. Yang tadinya pembiayaannya sangat kurang terukur menjadi terukur. Fokus di satu program. Kemudian tenaga kesehatan yang tadinya sangat kurang nanti akan cukup dan terdistribusi merata," ungkap Budi.
Rencana Induk Kesehatan
Terkait dengan kontrol implementasi program kesehatan dan pelayanan masyarakat, pemerintah sudah menyiapakan langkah-langkah konkrit, salah satunya Rencana Induk Kesehatan.
"Pemerintah harus jelas bisa menyusun langkah-langkah yang konkrit, itu sebabnya dengan DPR kita setuju untuk buat yang namanya Rencana Induk Kesehatan," tegas Rudi.
Hal ini penting untuk dilakukan agar rencana dan program lima tahunan Kementerian Kesehatan benar-benar menjawab kebutuhan pelayanan masyarakat.
"Ya, kematian ibu anak tinggi, itu semua puskesmas janganlah hanya USG 20%, kalau bisa 100% puskesmas punya USG. Oh yang stuntingnya tinggi perlu ditimbang, timbangnya di posyandu, tetapi nyatanya timbangannya dibagi hanya di 10.000 puskesmas. Imunisasi perlu ditingkatkan, tapi nyatanya saja tidak pernah by name by adressed. Jadi kita tidak tahu mana yang sudah imunisasi, mana yang belum," beber Budi.
Menurut Budi, dengan adanya rencana induk kesehatan, segala sesuatu yang berkaitan dengan program layanan kesehatan bermuara pada hasil yang dicapai.
"Itu yang kemudian dibereskan. Untuk itu butuh program apa, IT apa, orangnya berapa, itu di-translate jadi uang. Kebutuhan itu yang nanti diketok antara DPR dan pemerintah," ungkapnya.
"Jadi, Rencana Induk Kesehatan yang disetujui oleh pemerintah dan DPR adalah salah satu langkah konkrit agar fokusnya itu ke outcome, ke program bukan ke anggaran," pungkas Budi.
Budi juga menyentil soal reformasi sistem kesehatan yang selama ini belum terintegrasi dengan baik.
Menurutnya, selama ini masih banyak persoalan terkait aliran dana yang tumpang tindih antara kementerian dan lembaga. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab implementasi program yang tidak maksimal.
"Saya kasih contoh misalnya, antara kementerian dan lembaga saja banyak overlap-nya. Kementerian Kesehatan beradu sama Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian PUPR. Ini untuk menurunkan stunting butuh bikin jamban, itu kewenangan Kementerian PUPR. Butuh ekonominya dibaguskan dan itu ada kewenangan Kementerian Sosial. Butuh kawinnya jangan cepat-cepat itu adalah wewenang Kementerian Agama. Butuh tablet tambah darah, ada di Kementerian Kesehatan," kata Budi.
"Ini dari satu pemerintah aja sudah tidak jelas dan ribet masuknya. Outcome-nya ada yang ke puskesmas, ada yang ke rumah sakit, jadi ini tidak jelas campur-menyampurnya ke mana? Belum ditambah BPJS Kesehatan yang ratusan triliun, asuransi swasta berapa puluh triliun, belum individu bayar sendiri," beber Budi.
Karena itu, lanjut Budi, reformasi sistem kesehatan menjadi salah satu agenda prioritas dalam rangka mengintegrasikan pelayanan dan implementasi program yang efektif.
"Ini di semua pembiayaan, pendanaan masuk kita gak jelas arahnya kemana. Ini yang mau kita reform. Jadi kita bisa petakan sehingga overlap-nya bisa hilang," kata dia.