AKURATNEWS.ID | SELAYAR — Garam yang merupakan kebutuhan mendasar bagi para nelayan pembuat ikan kering saat ini dikeluhkan oleh para nelayan sendiri. Hal ini dikarenakan kenaikan harga garam yang sangat drastis hingga mencapai dua kali lipat, sehingga membuat nelayan di Taka Bonerate, khusus Pulau Rajuni menjerit.
Harga garam kebutuhan nelayan di Takabonerate kini semakin melonjak hingga menembus harga 250 ribu per karung dari sebelumnya dengan harga 110 ribu saja. Meski dipastikan kenaikan ini akan menggembirakan pedagang garam keliling yang biasa memasok ke wilayah kepulauan, namun di sisi lain kondisi itu dikeluhkan para nelayan pembuat ikan asin.
"Harga garam ini diketahui mengalami kenaikan dibandingkan pada kedatangan pedagang keliling dari NTT dengan perahu pada bulan Nopember lalu, namun bulan ini mereka datang sudah harga baru dan bervariasi. Di sini di Rajuni kecil, nelayan harus merogoh kocek pembeli garam seharga 210 ribu perkarung sementara di Rajuni besar harganya malah lebih tinggi hingga 250 ribu perkarung," jelas Asbar, pemerhati kegiatan nelayan di Takabonerate, Minggu (18/12/2022).
Lanjut Asbar, lonjakan harga garam itu terjadi seiring singkatnya masa produksi garam, akibat pendeknya musim kemarau tahun ini dan musim hujan yang melanda daerah-daerah produksi garam di NTT. Hal tersebut mengakibatkan produksi garam petani menjadi minim. Dengan demikian, saat stok garam menipis atau kosong, maka harganya menjadi mahal, hal ini Ia dapatkan penjelasan dari pedagang keliling yang biasa membongkar garamnya untuk nelayan Pulau Rajuni.
Sementara itu, kenaikan harga garam saat ini membuat para nelayan yang mengandalkan garam sebagai bahan bakunya menjadi terpukul, khususnya para pembuat ikan kering dan pengusaha ikan kering. Karena biaya pembuatan akan semakin meningkat sementara harga tidak ada perubahan malah cenderung menurun dan lesu akibat cuaca yang saat ini juga melanda perairan.
Belum lagi keberadaan dan harga bahan bakar solar kebutuhan nelayan yang sudah lebih dulu naik di Pulau Rajuni dan sekitarnya, secara umum Takabonerate. Tidak ada pilihan lain kecuali mengikuti harga yang sangat mahal. Menunggu perhatian pemerintah atas ketersediaan kuota kepada nelayan Takabonerate sampai saat ini masih belum menjadi kenyataan. Malahan beberapa pekan lalu persoalan solar yang dibeli nelayan dari pedagang keliling yang datang menjadi persoalan di perairan laut Pulau Rajuni.
Asbar hanya berharap agar Pemerintah disemua tingkatan dapat serius memperhatikan kebutuhan nelayan Takabonerate secara umum, apalagi sudah bertahun-tahun warga nelayan pulau Rajuni tidak pernah tersentuh bantuan nelayan seperti yang dirasakan oleh nelayan diwilayah lainnya. (Tim).