![]() |
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Anton Sukartono Suratto/Foto Ist/akuratnews.id |
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Anton Sukartono Suratto menyayangkan, kembali terjadinya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa seorang wanita asal Kota Yogyakarta usai tergiur terhadap tawaran pekerjaan di sebuah restoran luar negeri. Anton sapaanya menegaskan, kasus TPPO yang menimpa seorang wanita asal Kota Yogyakarta itu merupakan praktik sistemik.
Hal itu disampaikan Anton menanggapi nasib naas seorang wanita asal Kota Yogyakarta, yang disamarkan dengan nama Puspa menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) setelah tergiur terhadap tawaran pekerjaan di sebuah restoran luar negeri. Alih-alih bekerja di sebuah restoran, ia justru dijebak untuk menjadi pelaku penipuan daring alias scammer di Kamboja.
“Banyak WNI yang berakhir dengan bekerja di Kamboja sebagai scammer. Kasus perdagangan orang seperti yang dialami perempuan asal Yogyakarta ini bukanlah fenomena tunggal, melainkan bagian dari praktik sistemik yang memanfaatkan ketimpangan informasi dan prosedur migrasi,” kata Anton kepada awak media di Jakarta, Senin,(21/7/2025).
Lebih lanjut, Anton meminta, pemerintah untuk segera melakukan perbaikan kebijakan secara sistemik dan terpadu mulai dari pencegahan, pengendalian, hingga perlindungan korban. Menurut Anton, perbaikan tersebut perlu dilakukan guna mencegah kembali terulangnya kasus serupa.
“Untuk pencegahan, bisa dimulai dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait tata cara bekerja di luar negeri dengan jalur legal,” ungkap Anton.
Anton mendesak, adanya koordinasi lintas sektor antara Kemenaker, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indoneisa (KP2MI), Pemerintahan Daerah, Kementerian Imigrasi dan Pemasyaratakan serta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) guna mencegah kasus TPPO.
“Perlu diintesifkan di seluruh wilayah mengenai tata cara pekerja di luar negeri seperti lembaga resmi yang terdaftar di KP2MI, transparansi kontrak kerja, biaya, dan hak-hak yang diterima,” beber Anton.
Tak hanya itu, Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Barat ini menerangkan, pentingnya pemerintah memperkuat pengendalian. Pemerintah, lanjut Anton, perlu memperkuat fungsi perwakilan di negara-negara yang rawan TPPO seperti Thailand, Kamboja dan Vietnam.
“KBRI di negara-negara banyak kasus TPPO, perlu mengembangkan sistem pelaporan online terpadu, hotline darurat, dan mekanisme pelaporan darurat. Sehingga masyarakat yang merasa tertipu dan ingin keluat dari jeratan TPPO bisa lapor dan mencari perlindungan darurat,” jelas Anton.
Selain itu, kata Anton, Pemerintah juga perlu meningkatkan kerjasama bilateral dengan Thailand, Vietnam dan Kamboja. Kerjasama multilateral melalui ASEAN juga harus dimaksimalkan.
“ASEAN sudah memiliki ASEAN Convention Against Trafficking in Persons (ACTIP) dan Komitmen Bali Process yang dilakukan melalui pertukaran intelijen, atase Imigrasi lintas negara, dan rencana aksi regional operasional,” imbuh dia.
Anton berharap, pemerintah juga dapat belajar dari Filipina untuk mencegah kembali terulangnya kasus TPPO yang menimpa anak bangsa. Anton mengingatkan, Filipina mempunyai komitmen kuat dalam menangani perdagangan orang.
“Filipina punya komitmen kuat dalam menangani perdagangan orang. Mereka membentuk Inter-Agency Council Against Trafficking (IACAT), kedudukannya sanbat kuat dan berada dibawah Kementrian Kehakiman, dia bisa mengkoordinasikan institusi yang melakukan pencegahan, penindakan, dan perlindungan korban human trafficking,” kata Anton.
“Mereka juga punya UU Anti-Trafficking dan diterapkan dengan sangat ketat. Kita punya UU Nomor 21 Tahun 2007 tetnang Pemberantasan TPPO tetapi implementasinya belum seefektif di Filipina,” tambah Anton.
Anton tak menampik, kesulitan terbesar dalam menangani dan mencegah kasus TPPO lantaran pelaku dan korban kerap kali menggunakan jalur wisata . Oleh karena itu, tegas Anton, sistem deteksi dini perlu ditingkatkan di pelabuhan dan bandara internasional.
“Karena Saya percaya bahwa dengan koordinasi lintas sektoral, sistem deteksi dini dan kerjasama regional yang diperkuat, maka kasus TPPO akan bisa diminimalisasir,” pungkasnya.