Notification

×

Iklan

Iklan

Budaya Malu, Tidak Etis dan CSR yang Mencoreng PWI

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:37 WIB Last Updated 2024-05-04T01:37:11Z

Ilustrasi Pejabat PWI dalam pusara Korupsi dan CSR BUMN/Redaksi/akuratnews.id


Oleh Edison Siahaan


Ada rasa malu dan tidak etis apabila dituduh melakukan perbuatan melanggar aturan, meskipun tuduhan tersebut belum terbukti. Biasanya,budaya itu tumbuh dan berkembang di negara-negara yang tingkat displinnya tinggi dan masyarakatnya tidak gampang ingat cepat lupa. Masyarakatnya selalu merasa bersalah dan malu serta tidak etis bila melakukan sesuatu pelanggaran, walaupun perbuatannya belum atau tidak diketahui publik.

 

Tetapi ada dan jumlahnya banyak, yang tidak merasa malu meskipun telah melakukan perbuatan melanggar aturan. Bahkan mereka justru senyam-senyum di layar kaca televisi sambil membantah tuduhan yang di alamatkan padanya. Di depan kamera wartawan, mereka menyampaikan alibi dan upaya bahwa dirinya bukan sosok yang tidak melakukan perbuatan salah itu, lucu kan.

 

Ada juga yang sama sekali tidak terlihat bibit malu pada dirinya. Meskipun telah dijatuhi sanksi tegas atas perbuatannya. Kehilangan rasa malu dan tidak etis tumbuh di berbagai kelompok maupun organisasi dan dipamerkan orang-orang penting kelompok atau organisasi tersebut. 

 

Beberapa peristiwa yang sempat menyita perhatian publik, seperti kasus tambang timah yang diduga merugikan negara triliunan rupiah. Viral hingga beberapa hari, kemudian, perlahan informasi tentang kasus tersebut mulai surut dan nyaris tak lagi terdengar. Begitulah kondisi masyarakat kita, termasuk media massa.

 

Seperti peristiwa sangat memalukan terjadi di tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Isu penggelapan atau penyelewengan dana UKW yang diperoleh dari CSR BUMN yang nilainya miliaran rupiah merebak pasca perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2024. Isu terus bergulir menjadi prahara yang mengguncang PWI. Beberapa saat menjadi menu utama di jagat maya dan media sosial atau medsos. 

 

Disusul keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat yang merupakan satu-satunya institusi PWI yang berwenang menetapkan ada tidaknya pelanggaran Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Kode Perilaku Wartawan (KPW). 

 

Keputusan DK bersifat final, memberikan peringatan keras terhadap ketua umum PWI Pusat dan tiga pengurus lainnya. Serta wajib mempertanggungjawabkan perbuatan yang merugikan PWI. DK juga merekomendasikan agar Ketum memberhentikan Sekjen, Wabendum dan Direktur UMKM dari kepengurusan PWI pusat periode 2023-2028. 

 

Boro- boro dilaksanakan, dianggap saja tidak, keputusan DK kagak ngaruh dan hanya keras di atas kertas. Justru DK mendapat perlawanan keras dari Sekjen dengan melayangkan surat menuding DK tidak becus dan melaporkan DK kepada Ketua DK. 

 

Kasus yang menerpa PWI Pusat dan putusan DK tidak menghambat kegiatan orang-orang yang dijatuhi sanksi keras. Mereka tetap beraktifitas seperti tidak ada masalah, lucu kan, seharusnya tertawa tapi koq diam.

 

Sementara para insan pers mulai ikut kehilangan rasa malu dan budaya gampang ingat cepat lupa terhadap kasus ini. Untungnya, ada harapan kasus ini akan menjadi clean dan clear yang saat ini sedang bergulir dan berproses di Bareskrim Polri. Semoga!