Ilustrasi perang pasukan Kerajaan Yogyakarta dengan Pasukan Kerajaan Inggris/Foto. Ist/akuratnews.id
AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Keluarga Trah Sultan Hamengkubuwono II (HB II) mendesak dibentuknya Komite Pengembalian Aset (Claiming Equity) untuk mengembalikan harta benda dan manuskrip milik Kraton Yogyakarta yang dirampas ke Eropa selama masa penjajahan. Aset-aset yang dirampas berupa keping emas, koin perak senilai Rp 8,36 triliun lebih, serta 7.000-an naskah kuno milik Sri Sultan HB II.
Menurut Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika sekaligus Trah Sri Sultan Hamengkubuwono II, Fajar Bagoes Poetranto, peristiwa Geger Sepehi pada 19-20 Juni 1812 merupakan kejahatan kemanusiaan yang bertujuan menggulingkan Sultan HB II yang menolak bekerja sama dengan pemerintahan kolonial.
"Kami melihat bahwa telah terjadi peristiwa kejahatan kemanusiaan pada peristiwa Geger Sepehi tersebut. Oleh karenanya kami Keluarga Trah Sultan HB II akan menjadi bagian bersama Kraton Yogyakarta serta pemerintah RI untuk melakukan upaya pengembalian aset-aset milik Sultan HB II," ucap Fajar Bagoes Poetranto dalam keterangan resmi di Yogyakarta, Senin (16/6/2025).
Upaya klaim ini sudah mendapat dukungan pemerintah, yakni oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Menteri HAM Natalius Pigai. Namun, pihak Trah Sultan HB II ingin meluruskan pernyataan kedua menteri itu terkait penggunaan istilah Repatriat Equity Claiming atau Reclaiming.
Fajar Bagoes Poetranto menyebutkan semestinya yang dilakukan pemerintah yakni Claiming Equity Prasasti International, yaitu proses pengembalian hak-hak aset kepemilikan dari keluarga yang telah dirampas secara Unlawful lewat peristiwa Geger Sepehi pada tahun 1812.
"Kita ingin meluruskan bahwa ini bukan proses Repatriasi. Karena ini penting. Kita mendukung upaya pemerintah tapi dengan cara Claiming Equity Prasasi internasional dalam keterangan persnya bukan Repatriasi. Sebab, keseluruhan aset dan manuskrip itu jelas milik kita sebagai bangsa, milik Kraton Yogyakarta, milik Sultan HB II yang dirampas," jelasnya.
Repatriat Equity Claiming atau Reclaiming "yang dilakukan oleh keluarga besar HB II terkait dengan berbagai harta benda private posession, artefak, manuskrip maupun juga prasasti yang diambil zaman kekuasaan atau zaman pendudukan Raffles mereka sudah lakukan berbagai upaya melalui Kementerian-kementerian," kata Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai di Jakarta
Pigai menjelaskan kekayaan aset seperti prasasti artefak - artefak dan manuskrip harus menjadi milik sendiri serta ada prosedur internasional tentang klaim kembali atau reclaiming prosedur internasional yang harus diperjuangkan kalau tanpa dukungan dari pemerintah.
Akan Ditempuh Lewat Jalur Diplomasi Formal
Senada hal itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa upaya pengembalian naskah kuno tersebut akan dilakukan melalui jalur resmi diplomasi, dengan membuka komunikasi langsung bersama Pemerintah Inggris.
Hingga saat ini, Fadli mengakui belum ada langkah formal yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk membahas pemulangan manuskrip tersebut secara langsung.
Fadli Zon menyebut manuskrip-manuskrip itu dirampas oleh Inggris sejak peristiwa Geger Sepehi tahun 1812. Kala itu, pasukan Inggris yang dipimpin Thomas Stamford Raffless menyerang Keraton Yogyakarta dan merampas sejumlah aset mereka.
"Kita akan usahakan meskipun menurut Sultan ada sekitar 170 naskah digitalnya sudah diberikan, tapi memang jumlahnya lebih banyak dari itu," katanya
Fajar mengungkapkan bahwa pembentukan Komite Pengembalian Aset HB II yang terdiri dari Pemerintah, Keluarga Trah Sultan HB II, dan Kraton Yogyakarta sangat penting untuk mengembalikan aset-aset tersebut.
"Kita ingin dibentuk komite yang kemudian duduk bersama antara Trah Sultan HB II, Kraton Yogyakarta, dan pemerintah berunding dengan Inggris. Dasar tuntutan yakni Peristiwa Geger Sapehi tahun 1812," pungkasnya.