Notification

×

Iklan

Iklan

Digunakan Berulang, Limbah Baterai Kendaraan Listrik Ditangani Sebagai Limbah B3

Senin, 05 Juni 2023 | 19:44 WIB Last Updated 2023-06-05T12:44:23Z

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi./FMB9


AKURATNEWS.ID, JAKARTA - Dalam hal praktis, daur ulang limbah bateri pada kendaraan listrik bisa digunakan berulang kali sampai umur pemakaiannya terpenuhi, kata Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi.


Lebih lanjut Laksmi menyatakan, kalau ternyata memang harus dibuang, maka limbah baterai ini akan ditangani sebagaimana limbah B3. Sehingga,  dipisahkan seperti limbah elektronik lain dan kemudian dimasukan ke dalam fasilitas pengolahan limbah berbahaya beracun yang memang sudah ada.


“Yang pasti adalah memang perlu edukasi agar itu tidak dicampur dengan limbah-limbah lain yang masih punya nilai ekonomi, yang bisa dipakai lebih lama. Jadi  perlu edukasi, penyiapan fasilitas dan  banyak metodologi atau teknik-teknik yang kita gunakan agar mengurangi, menggunakan ulang, dan mendaur ulang," ujar Laksmi, dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 ( FMB9) bertajuk "Ekosistem Menuju Energi Bersih" di Jakarta, Senin 5 Juni 2023.


Tentang penyesuaian, Laksmi mengurai hal tersebut selaras dengan Paris Agreement atau Perjanjian Paris yang berisi kesepakatan global dan komitmen negara-negara di dunia menghadapi perubahan iklim.


"Semua sektor yang berkontribusi kepada Nationally Determined Contribution (NDC) Paris Agreement akan melakukan penyesuaian-penyesuaian termasuk sektor energi. Selain itu akan dilakukan penyesuaian di sektor kehutanan, sektor limbah dan pertanian.


Khusus untuk sektor energi, kata Laksmi, telah banyak dilakukan penyesuaian, baik dari sisi skenario maupun rencana-rencana yang akan menjadi dasar penurunan emisi gas rumah kaca di tahun 2023 demi mencapai cita-cita mendapatkan energi bersih. 


Ia mengatakan, penyesuaian ini ke depannya akan diselaraskan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan termasuk pendanaan.


"Jadi semua sektor melakukan penyesuaian termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan juga kesiapan modal lainnya termasuk pendanaan," beber Laksmi.


Sementara itu, terkait data kenaikan suhu dan akumulasi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim, diperkirakan setiap 100 tahun suhu rata-rata permukaan bumi naik 0,8 derajat Celcius.


Laksmi menjelaskan, kalau tidak segera ditangani diprediksi di akhir abad ini kenaikannya akan mencapai lebih dari 1,5 derajat Celcius, bahkan 2 derajat Celcius. Situasi selanjutnya akan berpengaruh terhadap keberadaan makhluk hidup di muka bumi.


"Dan upaya-upaya yang kita lakukan ini untuk menekan agar kenaikannya akan lebih kecil dan tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius. Insya Allah apabila tidak lebih dari 1,5 derajat celcius maka berbagai macam ekosistem dan makhluk hidup yang sekarang ada itu bisa berkelanjutan di masa yang akan datang," ungkap Laksmi.


Dia menambahkan, kenaikan suhu akibat polusi dan efek rumah kaca harus ditangani secara serius termasuk dengan memperluas jejaring edukasi, menyiapkan fasilitas, dan kesiapan dari aspek teknologi.