Notification

×

Iklan

Iklan

Vonis Penundaan Pemilu Dikomentari Sinis oleh Mahfud MD

Jumat, 03 Maret 2023 | 10:22 WIB Last Updated 2023-03-03T03:22:20Z

 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD/Instagram

AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Putusan vonis penundaan pemilu dinilai telah menimbulkan kegaduhan politik di masyarakat. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut, dalam cuitannya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuat sensasi berlebihan dalam putusannya memvonis Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu 2024.


Dalam cuitanya yang lain di akun twitternya, Mahfud juga mengatakan vonis yang diambil oleh PN Jakarta Pusat itu juga harus dilawan. Menurutnya keputusan yang diambil PN Jakarta Pusat tidak sesuai dengan kewenangannya.


“Vonis PN Jakpus ttg penundaan pemilu ke thn 2025 hrs dilawan, krn tak sesuai dgn kewenangannya. Ini di luar yurisdiksi, sama dgn Peradilan Militer memutus kasus perceraian,” ungkapnya, dikutip dari akun @mohmahfudmd, Jumat (3/2).


“Hkm pemilu bkn hkm perdata. Vonis itu bertentangan dgn UUD 1945 dan UU bhw Pemilu dilakukan setiap 5 thn,” lanjut Mahfud.


Cuitan mahfud pun turut mengundang beragam komentar, salah satunya yang ditulis oleh akun king Az @MuhAzwar17. Dia membalas, agar Mahfud MD menegur atas keputusan yang diambil.


“Tegur langsung dong Pak dgn cara panggil menghadap, tanya maunya apa memutuskan yg bukan kewenangannya,” cuitnya.


Cuitan Mahfud MD di akun Twitternya tersebut hingga berita ini diturunkan, sudah mendapat 1.108 Retweet, 165 Tweet Kutipan dan 3.628 Suka dari netizen.


Aneh dan Membingungkan


Sementara itu, Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024 aneh dan membingungkan. Putusan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.


"Putusan aneh dan membingungkan. Satu putusan yang tidak ada dalam skema penegakan hukum pemilu dalam UU Pemilu kita," kata Hadar dilansir dari Kompas.com, Jumat (3/3/2023).


Lebih jauh Hadar memaparkan, pemilu harus dilaksanakan tepat waktu. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 22 E mengamanatkan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPRD, dan anggota DPD diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.


Memang, UU Pemilu membuka kesempatan dilakukannya penundaan pemilu dan pemilu susulan. Namun, mekanisme ini diatur secara ketat dan terbatas. Pasal 431 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa penundaan pemilu dimungkinkan jika terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, dan bencana alam.


Untuk itu, dia menilai putusan PN Jakpus soal penundaan pemilu tak merinci perihal faktor yang menyebabkan Pemilu 2024 harus ditunda, seberapa besar wilayah penundaan, dan pihak mana yang menetapkan penundaan.


“Penundaan yang kemudian dilanjutkan oleh pemilu susulan atau pemilu ulang dalam UU Pemilu telah diatur secara ketat dan terbatas,” ucap Hadar.


Lagi pula, UU Pemilu tak memberikan amanat buat Pengadilan Negeri (PN) untuk dapat memutuskan sengketa terkait pemilu. Menurut Pasal 470 dan Pasal 471 UU tersebut, gugatan atau sengketa terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses verifikasi partai politik calon peserta pemilu ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri.


Oleh karena Pengadilan Negeri tak punya wewenang, menurut Hadar, seharusnya sejak awal perkara ini dinyatakan sebagai gugatan yang tidak dapat diterima.


“Jadi, putusan perkara perdata di PN Jakpus karena tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Pemilu, suatu UU bersifat khusus, maka putusan PN dapat menjadi putusan yang tidak dapat dilaksanakan,” pungkas Hadar.