Ilustrasi desakan Senator asal Jawa Timur AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, soal Dana Hasil Kejahatan/Istimewa
AKURATNEWS.ID, MAKASSAR – Penyelewengan anggaran masih
menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Dana Rp300 triliun di Kementerian
Keuangan yang sedang mengemuka, kembali dana sekitar Rp1 triliun hasil
kejahatan lingkungan, kembali mengemuka ke permukaan.
Mengemukanya isu dana hasil kejahatan lingkungan terungkap
dari pernyataan Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan, pejabat PPATK tersebut menegaskan,
dana hasil kejahatan lingkungan tersebut diduga mengalir ke partai politik dan
politikus.
Menaggapi hal tersebut, Senator asal Jawa Timur AA LaNyalla
Mahmud Mattalitti mendesak, agar masalah tersebut diusut tuntas. Mirisnya lagi,
dana tersebut disebut akan digunakan untuk pembiayaan Pemilu dan Pilpres 2024.
“Saya mendesak agar dugaan tersebut segera diusut tuntas.
Jika terbukti, bongkar hingga ke akar-akarnya. Ini penting, agar jangan sampai
rakyat yang kembali dikorbankan,” tegas LaNyalla di sela kunjungan kerjanya ke
Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (18/3/2023).
LaNyalla menegaskan, dugaan dana kejahatan yang mengalir ke
partai politik dan politikus itu menciderai demokrasi.
“Sistem demokrasi kita semakin transaksional dan amburadul.
Ini adalah imbas implementasi demokrasi liberal ala barat yang kita copy paste
sejak reformasi,” kata LaNyalla.
Menurut LaNyalla, peredaran dana gelap yang diduga hasil
pencucian tindak kejahatan menjadi bukti semakin kokohnya oligarki dalam sistem
politik nasional. Sementara demokrasi tidak mampu menciptakan sistem yang adil
untuk seluruh rakyat.
“Sebab, pembiayaan politik yang mahal mendorong pejabat yang
terpilih semakin tidak peduli pada rakyat,” ujar LaNyalla.
LaNyalla meminta, agar PPATK lebih transparan lagi terkait
dengan aliran dana tersebut agar rakyat tidak salah memilih pemimpinnya. Pada
saat yang sama, tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya itu menilai hal ini
harus dijadikan momentum untuk kembali kepada demokrasi Pancasila.
“Amanat reformasi untuk menghilangkan KKN telah gagal total.
Indeks korupsi Indonesia malah semakin tinggi dan memburuk. Karena itu, sistem
bernegara ala liberal ini tidak bisa kita teruskan. Wajib kita koreksi,” paparnya.
Kita harus kembali kepada sistem bernegara yang diatur di
UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya kita perbaiki dan sempurnakan
kelemahannya dengan Amandemen melalui teknik addendum. Sehingga tidak
menghilangkan konstruksi aslinya.
“Demokrasi Pancasila adalah sistem asli yang sesuai dengan
kebutuhan bangsa yang super majemuk ini. Karena semua elemen bangsa berada di
lembaga tertinggi yang mengatur presiden sebagai mandataris rakyat, sehingga
rakyat penentu arah perjalanan bangsa ini. Bukan hanya Parpol dan Presiden,”
pungkasnya.