Notification

×

Iklan

Iklan

Desakan Usut Penyelewengan Dana Kejahatan Lingkungan Terus Bergulir

Sabtu, 18 Maret 2023 | 19:48 WIB Last Updated 2023-03-18T12:48:54Z

 

Ilustrasi desakan Senator asal Jawa Timur AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, soal Dana Hasil Kejahatan/Istimewa

AKURATNEWS.ID, MAKASSAR – Penyelewengan anggaran masih menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Dana Rp300 triliun di Kementerian Keuangan yang sedang mengemuka, kembali dana sekitar Rp1 triliun hasil kejahatan lingkungan, kembali mengemuka ke permukaan.

 

Mengemukanya isu dana hasil kejahatan lingkungan terungkap dari pernyataan Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan, pejabat PPATK tersebut menegaskan, dana hasil kejahatan lingkungan tersebut diduga mengalir ke partai politik dan politikus.

 

Menaggapi hal tersebut, Senator asal Jawa Timur AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendesak, agar masalah tersebut diusut tuntas. Mirisnya lagi, dana tersebut disebut akan digunakan untuk pembiayaan Pemilu dan Pilpres 2024.

 

“Saya mendesak agar dugaan tersebut segera diusut tuntas. Jika terbukti, bongkar hingga ke akar-akarnya. Ini penting, agar jangan sampai rakyat yang kembali dikorbankan,” tegas LaNyalla di sela kunjungan kerjanya ke Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (18/3/2023).

 

LaNyalla menegaskan, dugaan dana kejahatan yang mengalir ke partai politik dan politikus itu menciderai demokrasi.

 

“Sistem demokrasi kita semakin transaksional dan amburadul. Ini adalah imbas implementasi demokrasi liberal ala barat yang kita copy paste sejak reformasi,” kata LaNyalla.

 

Menurut LaNyalla, peredaran dana gelap yang diduga hasil pencucian tindak kejahatan menjadi bukti semakin kokohnya oligarki dalam sistem politik nasional. Sementara demokrasi tidak mampu menciptakan sistem yang adil untuk seluruh rakyat.

 

“Sebab, pembiayaan politik yang mahal mendorong pejabat yang terpilih semakin tidak peduli pada rakyat,” ujar LaNyalla.

 

LaNyalla meminta, agar PPATK lebih transparan lagi terkait dengan aliran dana tersebut agar rakyat tidak salah memilih pemimpinnya. Pada saat yang sama, tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya itu menilai hal ini harus dijadikan momentum untuk kembali kepada demokrasi Pancasila.

 

“Amanat reformasi untuk menghilangkan KKN telah gagal total. Indeks korupsi Indonesia malah semakin tinggi dan memburuk. Karena itu, sistem bernegara ala liberal ini tidak bisa kita teruskan. Wajib kita koreksi,” paparnya.

 

Kita harus kembali kepada sistem bernegara yang diatur di UUD 1945 naskah asli, untuk selanjutnya kita perbaiki dan sempurnakan kelemahannya dengan Amandemen melalui teknik addendum. Sehingga tidak menghilangkan konstruksi aslinya.

 

“Demokrasi Pancasila adalah sistem asli yang sesuai dengan kebutuhan bangsa yang super majemuk ini. Karena semua elemen bangsa berada di lembaga tertinggi yang mengatur presiden sebagai mandataris rakyat, sehingga rakyat penentu arah perjalanan bangsa ini. Bukan hanya Parpol dan Presiden,” pungkasnya.