Notification

×

Iklan

Iklan

Penetapan Parpol 2024 Bau Amis, Petisi Dukungan DKPP Usut Dugaan Kecurangan Terus Bertambah

Selasa, 27 Desember 2022 | 15:16 WIB Last Updated 2022-12-27T08:19:24Z

Ilustrasi dukungan kepada DKPP untuk mengusut dugaan kecurangan Proses Verifikasi Faktual KPU./akuratnews.id


AKURATNEWS.ID, JAKARTA – Sejak enam hari yang lalu telah disebarkan petisi terkait dukungan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk segera mengusut tuntas terkait dugaan kecurangan Proses Verifikasi Faktual yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI.

 

Sepertidiketahui, sejak 14 Desember 2022 lalu, KPU RI telah menetapkan partai politik peserta Pemilu 2024. Tapi, proses penetapan tersebut mengandung bau amis. Sebabnya, ada dugaan intervensi, dalam bentuk perintah atau instruksi yang diikuti dengan intimidasi untuk  memanipulasi data yang dilakukan oleh KPU RI baik melalui jalur komisioner maupun sekretariat jenderal.

 

Dalam laman change.org disebutkan, jajaran KPU di tingkat pusat disinyalir telah melakukan intervensi serta intimidasi pada penyelenggara pemilu di tingkat daerah untuk merubah  data dalam proses verifikasi faktual, dan meloloskan partai tertentu menjadi peserta pemilu.


Hingga berita ini diturunkan, petisi yang dikeluarkan oleh change.org telah mendapatkan dukungan sekitar 2.425 menuju 2.500 dukungan dari masyarakat tanah air, yang terus berkembang.


Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih Hadar Nafis Gumay, dilansir dari laman change.org menyampaikan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil kemudian membentuk posko pengaduan yang menerima laporan kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik. Hal ini dilakukan berdasarkan kecurigaan adanya intervensi serta intimidasi.


“Dari hasil pembukaan posko, kurang dari sepekan posko dibuka, sudah ada 12 kabupaten/kota dan 7 provinsi yang diduga telah mengikuti instruksi dari KPU RI dan berlaku curang dalam menetapkan hasil proses pelaksanaan verifikasi faktual partai politik,” ujar Hadar.


Hadar melanjutkan, laporan-laporan yang diterima oleh Koalisi Masyarakat Sipil tersebut pada akhirnya turut mengurai bagaimana dugaan pelanggaran dan kecurangan terjadi dalam proses verifikasi faktual partai politik bisa terjadi.


“Praktik intervensi telah dilakukan oleh anggota KPU RI yang mendesak KPU di tingkat provinsi untuk mengubah status data hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik yang semula berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS),” ungkapnya.


Perubahan data ini kemudian dimaksudkan mendapatkan kesimpulan partai politik yang belum memenuhi syarat (BMS) langsung menjadi memenuhi syarat (MS) di tingkat Kab/ Kota.  Namun intervensi tersebut tidak berjalan mulus lantaran beberapa anggota KPU daerah menolak melakukannya.

 

“Rupanya langkah KPU RI untuk melakukan manipulasi data terhadap hasil verifikasi faktual tidak berhenti sampai di situ. Sekretaris Jenderal KPU juga diduga memerintahkan Sekretaris KPU Provinsi untuk melakukan kecurangan yang sama. Sekretaris Provinsi diminta untuk memerintahkan pegawai sekretariat KPU daerah yang berperan sebagai admin dan operator Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) di tingkat kabupaten/kota untuk berkumpul di tingkat provinsi dan mengubah status verifikasi partai politik,” papar Hadar.


“Dari laporan yang diterima, perintah ini diberikan oleh Sekretaris Jenderal KPU dengan disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak,” lanjut Hadar.

 

Dia menyampaikan, jika rangkaian praktik curang yang mewarnai proses verifikasi faktual partai politik tersebut terbukti benar, maka penyelenggara pemilu yang terlibat dalam praktik curang ini telah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik penyelenggara pemilu. “Prinsip menyelenggarakan pemilu jujur, adil, mandiri, tidak berpihak, dan berintegritas yang seharusnya diterapkan, justru telah ditabrak dengan sedemikian bar-bar nya,” tegasnya.

 

Dalam benang kusut dugaan pelanggaran dan kecurangan yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) wajib mengambil langkah serius. Sesuai mandat UU Pemilu, DKPP bertugas menegakkan kode etik penyelenggara pemilu.

 

“Oleh sebab itu, DKPP wajib menindaklanjuti laporan atas dugaan kecurangan yang dilakukan oleh KPU di tingkat pusat, dengan segera melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu,” katanya.

 

“DKPP patut segera dan dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk melakukan penelusuran lebih jauh terhadap laporan dugaan kecurangan yang berhasil dihimpun oleh Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk menetapkan sanksi bagi jajaran KPU RI yang terbukti melanggar kode etik dengan melakukan intervensi, intimidasi, serta manipulasi dalam proses verifikasi faktual partai politik,” pungkas Hadar.